• Senin, 05 Januari 2015

    Legenda Sangkuriang Juga Ada di Kuningan

    DUA bukit yang mengapit Sungai Cisanggarung di Kec. Waled, Kab.
    Cirebon, dipercaya sebagai bekas bendungan yang dibuat Sangkuriang
    untuk membuat danau.

    SELAMA ini, sebagian besar masyarakat selalu me-ngaitkan legenda
    Sangkuriang dengan Gunung Tangkubanparahu yang ada di Bandung. Dengan
    asumsi ini, setting legenda Sangkuriang tak jauh-jauh dari sekitar
    Bandung. Padahal, legenda Sangkuriang juga hidup di Kuningan.

    Bagi orang Jawa Barat, legenda Sangkuriang tentu sudah tak asing.
    Legenda yang juga selalu dikaitkan dengan "sasakala" atau asal-muasal
    terbentuknya Gunung Tangkubanparahu itu begitu mashurnya dan lekat
    dengan dunia dongeng orang Sunda. Para orang tua selalu menjadikan
    kisah Sangkuriang--bersama dengan Si Kabayan--sebagai pilihan pertama
    saat bercerita kepada anak-anak mereka.

    Legenda Sangkuriang seolah tak lekang oleh waktu. Dari generasi ke
    generasi kisahnya dihidupkan, diberi beragam tafsir dan persepsi,
    serta penambahan "bumbu" agar lebih menarik. Para orang tua seperti
    tak bosan-bosan menceritakan kisah kasih tak sampai seorang anak
    kepada ibunya itu. Demikian pula dengan para penulis, tak
    henti-hentinya mengisah ulang (retelling the story) Sangkuriang, mulai
    dari Saini KM, Utuy Tatang Sontani, A. Anjaya, R.A. Kosasih, hingga
    penulis belia Femmy Syahrani.

    Bagi beberapa kalangan, legenda Sangkuriang tak hanya sebatas kisah
    berisi petuah dan ajaran moral. Lebih dari itu, legenda Sangkuriang
    seolah sebuah "kitab suci" yang diyakini sebagai lakon nyata laku
    nenek moyang orang Sunda. Tidaklah mengherankan jika sejumlah
    "patilasan" atau tempat-tempat yang dipercaya menjadi persinggahan
    para pelakon dalam legenda tersebut dianggap sebagai tempat suci dan
    keramat. Selain mengeramatkan, lokasi yang menjadi setting kisah itu
    pun kerap jadi bahan rebutan.

    Legenda Sangkuriang memang kisah drama kehidupan yang tragis. Bagian
    terpenting dari kisah itu adalah ketika Sangkuriang dewasa--karena
    ketidaktahuannya--harus mencintai Dayang Sumbi, wanita cantik yang tak
    lain dari ibu kandungnya sendiri. Dayang Sumbi yang menyadari bahwa
    Sangkuriang adalah anaknya berusaha keras agar kisah cinta mereka tak
    berlanjut hingga jauh, apalagi hingga pernikahan, karena akan
    menghancurkan nilai-nilai moral. Permintaan kepada Sangkuriang agar
    membuat perahu dan danau hanya semalam, tak lebih dari siasat yang
    diyakini mustahil bisa dipenuhi Sangkuriang.

    Akan tetapi, Sangkuriang bukanlah manusia biasa. Ia dikaruniai
    kesaktian luar biasa. Ia juga termasuk manusia "pandai bergaul",
    sampai-sampai makhluk halus seperti jin dan raksasa pun tunduk patuh
    kepadanya dan bersedia menghambakan diri kepada Sangkuriang. Dengan
    bantuan para makhluk halus itulah, permintaan Dayang Sumbi, membuat
    perahu dan membendung sungai menjadi danau hanya semalam, tak lebih
    dari pekerjaan kecil yang extraordinary bagi Sangkuriang.

    Pada titik inilah moral cerita legenda Sangkuriang ditampilkan, bahwa
    percintaan antara ibu dan anak merupakan laku haram. Sangkuriang harus
    gagal, apa pun caranya. Menyadari usahanya bakal sia-sia, Sangkuriang
    sewot. Maklum anak muda, ditendangnya batang pohon yang hampir menjadi
    perahu itu sekuat tenaga hingga melayang jauh dan jatuh nangkub
    sehingga tampak seperti perahu terbalik (parahu nangkub). Dari
    tendangan keras Sangkuriang inilah gunung Tangkubanparahu terbentuk.
    Lantas, di mana sebenarnya lokasi kejadian Sangkuriang menendang
    batang kayu yang belum selesai jadi perahu hingga membentuk gunung?

    Selama ini, sebagian besar masyarakat selalu mengaitkan legenda
    Sangkuriang dengan Gunung Tangkubanparahu yang ada di Bandung. Dengan
    asumsi ini, setting legenda Sangkuriang tak jauh-jauh dari sekitar
    Bandung. Padahal, legenda Sangkuriang juga hidup di Kuningan. Bahkan,
    sebagian orang Kuningan, khususnya di Kecamatan Luragung, Cibingbin,
    dan Cimahi, percaya bahwa legenda Sangkuriang terjadi di daerah
    mereka. Untuk memperkuat klaim mereka, sejumlah bukti patilasan pun
    ditunjukkan.

    Seperti halnya Gunung Tangkubanparahu di Lembang, Bandung, di
    Kecamatan Cimahi, Kab. Kuningan juga terdapat gunung yang bentuknya
    sangat mirip dengan Tangkubanparahu di Lembang, yakni seperti perahu
    terbalik (parahu nangkub, Sunda). Bahkan, namanya pun sama, Gunung
    Tangkubanparahu. Bahkan, jika dilihat dari posisi yang sangat tepat,
    biasanya diambil di Tanjakan Legok, Kec. Cimahi, Kab. Kuningan, gunung
    Tangkubanparahu versi Kuningan memang tampak lebih menyerupai perahu
    yang terbalik.

    "Ya, kata orang-orang sih, Tangkubanparahu itu ada di Bandung. Itu
    memang kata orang Bandung, tapi bagi saya, Tangkubanparahu ya ada di
    sini, karena Sangkuriang juga dulunya ada di sini," kata Dede (38),
    warga Desa/Kecamatan Cimahi.

    Tak sebatas gunung yang dijadikan bukti bahwa Sangkuriang adalah milik
    orang Kuningan. Dede pun menunjuk suatu sungai. Namanya Sungai
    Cisanggarung, yang lokasinya tak jauh dari Gunung Tangkubanparahu di
    Kec. Cimahi. Sungai itu sekarang membelah sebuah bukit persis di
    daerah perbukitan yang dijadikan lokasi pemasangan repeater PT Telkom,
    masuk wilayah Kec. Waled, Kab. Cirebon, sekitar 20 km arah utara dari
    Kota Kuningan. Warga setempat menyebutnya bukit Azimut. "Di sanalah,
    Sangkuriang pernah membuat bendungan dan perahu, tapi kemudian gagal,"
    kata Dede.

    Lokasi yang populer dengan sebutan Maneungteung dan konon pernah
    dijadikan lokasi bendungan inilah yang sekarang ramai dikunjungi
    orang. Umumnya yang datang adalah remaja, sambil membawa pasangannya,
    mereka biasanya bercengkerama di pinggir jalan yang bersisian dengan
    aliran Sungai Cisanggarung. Beberapa di antaranya juga mencoba
    menceburkan diri ke sungai. "Katanya sih air Sungai Cisanggarung bisa
    memberi berkah," ucap Dariah (35), warga Kec. Waled.

    Menurut Dede, nama sungai Cisanggarung pun dipercaya ada kaitannya
    dengan Sangkuriang. "Nama Sangkuriang itu kan sebenarnya berasal dari
    Sang Guriang, manusia setengah makhluk halus. Kita saja yang
    menyebutnya Sangkuriang," kata Dede.

    "Patilasan" lain yang jadi "bukti" bahwa Sangkuriang adalah milik
    orang Kuningan adalah keberadaan "pasar siluman" yang berada di Desa
    Cihurip, Kec. Ciawigebang. Pasar itu konon menjadi tempat berkumpulnya
    para siluman yang pernah membantu Sangkuriang saat membuat perahu dan
    membendung sungai Cisanggarung untuk dijadikan danau. Tiap malam-malam
    tertentu, pasar itu tampak ramai oleh transaksi jual beli seperti
    layaknya pasar di alam manusia. "Kita melihat mereka seperti manusia
    saja, tapi sebenarnya mereka adalah siluman dan makhluk halus," ujar
    Dede.

    Kalau begitu, mana yang benar, apakah legenda Sangkuriang milik
    Bandung atau Kuningan? Tampaknya, kita akan sulit mencari
    kebenarannya. Barangkali, tidaklah terlalu penting beradu argumentasi
    hanya untuk menentukan siapa pemilik sah legenda Sangkuriang: Bandung
    atau Kuningan. Yang paling penting adalah bagaimana kita menimba pesan
    dan ajaran yang ada dalam legenda tersebut. Biarlah legenda itu tumbuh
    dalam masyarakat kita sejalan dengan perkembangan imajinasi mereka.

    sumber : http://newspaper.pikiran-rakyat.co.id